JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
Oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra
Gurubesar dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Makalah Muhibah MUI ke Ouanzhou, Xiamen, Xi An, dan Beijing, 12-24 Mei 2012)
Sejak bermulanya masa reformasi Indonesia berikutan dengan mundurnya Presiden Soeharto
dari kekuasaannya pada Mei 1998, berlangsung pulalah kebebasan sosio-kultural dan
keagamaan warga keturunan Tionghoa. Memang, sejak Jenderal Soeharto memegang
kekuasaan seusai Peristiwa 30S/PKI warga keturunan mengalami berbagai pembatasan dan
hambatan dalam banyak lapangan kehidupan — kecuali agaknya dalam bidang ekonomi
berbarengan dengan pembangunan ekonomi yang digiatkan Presiden Soeharto.
Dalam masa reformasi, khususnya sejak masa Presiden Abdurrahman Wahid, terkenal sebagai
Gus Dur, yang sebelumnya merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB
NU), warga keturunan kembali dapat sepenuhnya mengekspresikan kekayaan sosio-kultural
dan agamanya. Adalah Presiden Gus Dur yang memberikan peluang besar bagi pengakuan
negara atas Konghucu sebagai agama— menjadi salah satu dari enam agama yang sejauh ini
telah mendapat pengakuan negara Republik Indonesia.
Kebebasan warga keturunan itu ikut memperkuat kembali bhinneka tunggal ika, salah satu dari
empat prinsip negara-bangsa Indonesia, selain UUD 1945, Pancasila, dan NKRI. Lihatlah
contoh ini; warga keturunan
China Indonesia
, khususnya yang beragama Budha dan Konghucu
merayakan Tahun Baru Imlek 2558 yang bertepatan dengan Minggu 18 Februari 2007 M. atau
30 Muharam 1428 H. S
ementara itu s
ebagian
warga keturunan yang
memeluk
Kristen (Protestan) dan Katolik
/10
JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
merayakan Tahun Baru Masehi 2007, dan sebagian mereka lainnya
yang beragama Islam
juga memperingati Tahun Baru Hijriah (Sabtu 20 Januari 2007). Jadi, masyarakat
keturunan
China Indonesia
dapat hampir secara beriringan dalam waktu
memperingati tiga tahun baru sekaligus; Tahun Baru Imlek, Tahun Baru Masehi, dan Tah
u
n Baru Hijri.
Jejak Historis Hubungan Muslim Kedua Kawasan
Bagi masyarakat China, baik di mainland maupun di perantauan ( overseas ) — khususnya di
Kawasan Nanyang (Nan-Hai), laut selatan atau Nusantara, dan lebih khusus di Indonesia, Islam
sebenarnya secara historis bukanlah sesuatu
hal
baru. Di
mainland
China,
Islam bahkan
dalam ingatan bersama (
collective memory
) kaum Muslim China (Sino Muslim)
telah berkembang sejak abad pertama hijri atau abad ketujuh
masehi
, dibawa pertama kali
oleh seseorang yang disebut
Sa'ad
atau Sa’ad
ibn Lubayd, yang sering diidentikkan dengan Sa'ad ibn ‘AbT Waqqas
, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada sumber yang dapat mengkorobasi riwayat tentang Sa’ad ibn Abi Waqqas ini;
sementara sumber-sumber Arab menyatakan bahwa ia tidak pernah pergi ke China.
Sedangkan
identitas Sa'ad ibn Lubayd sendiri tidak
dapat
diketahui pasti
; belum terlacak dalam historiografi berbahasa Arab.
2/10
JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
Terlepas dari kesulitan identifikasi tentang Sa'ad, kontak antara Dunia lslam--khususnya Arabia
—dengan
China
telah
berjalan cukup intens. Selama 90 tahun masa Dinasti Umaiyyah, tak kurang dari 17
D
uta
(
envoys
)
Muslim muncul di istana China
; selain membawa pesan diplomatik, mereka sekaligus adalah ‘duta perdagangan’ (
trade envoys
)■
Mereka diikuti sekitar 1 8 duta yang dikirim penguasa Dinasti Abbasiyyah dalam periode
750-798. Kunjungan-kunjungan ini mendorong perkembangan Islam
di China
, sehingga
kaum Muslimin China dan pendatang dilaporkan sampai mampu membentuk
koloni
Ta Shih
di Kanfu (Kanton). Selain itu, terdapat
pula
koloni Muslim yang cukup besar sejak pertengahan abad ke-8 di Pulau Hainan dan kota Yang
Chou.
Jika dilacak lebih jauh, hubungan antara Nusantara dengan mainland China sudah terjalin
sejak masa pra-lslam, sehingga meninggalkan berbagai jejak historis penting. Sumber-sumber
China bahkan memberi b
anyak
informasi penting tentang Nusantara, termasuk pada masa awal kedatangan Islam
yang ‘diwakili’ para pedagang Muslim asal Arabia
di Nusantara. Riwayat perjalanan pendeta-pengembara terkenal l-Tsing yang singgah di
pelabuhan Sribuza (Sriwijaya) pada 671 mencatat kehadiran orang-orang Arab dan
juga
Persia di sana.
P
engembara Chau Ju-Kua
(hidup pada abad 12) dalam catatannya berjudul
Chu-fanchi
3/10
JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
atau lebih dikenal sebagai buku
Ju-ku Chua
tentang perdagangan China dan Arabia yang melintasi Nusantara juga
memberitakan tentang adanya "koloni Arab" di pesisir barat Sumatra, paling mungkin di Barus.
Buku Ju-ku Chua dan banyak sumber China ini sangat penting untuk mengungkapkan
hubungan antara Muslim di kedua kawasan. T
etapi
salah satu
masalah
pokok dalam menangani sumber-sumber China
adalah sulitnya mengidentifikasi nama-nama orang dan tempat yang mereka sebutkan dengan
nama-nama
dalam bahasa lokal sebagaimana
dikenal dalam sejarah Nusantara.
Dan riwayat yang mereka sampaikan juga sulit diverifikasi dengan sumber-sumber lokal, Arab,
dan Persia.
Terlepas dari kesulitan itu, terkait dengan intensitas hubungan antar-Samudera antara
Arabia-Nusantara dan "koloni Muslim" di China, tidak heran kalau kemudian
juga
ada teori tentang asal-muasal Islam di Nusantara yang "turun dari wilayah China", seperti
dikemukakan Slamet Mulyana
(
Runtuhnya Keradjaan Hindu-Djawa dan Timbulnja Negara-negara Islam di Nusantara
(1968; cetak ulang 2005, LKIS). Pendapat Slamet Muljana paling kontroversial yang ditolak
banyak sejarawan dan ahli tentang kedatangan Islam ke Nusantara adalah bahwa Wali Songo
berasal dari China. Pemerintah Orde Baru yang sangat sensitif dengan isyu ini akhirnya
melarang peredaran buku tersebut.
Argumen tentang adanya ‘tetesan’ ( trickle down ) Islam dari China ke Nusantara juga
dikemukakan ahli Belanda G. Th. Pigeaud dalam
Chinese Muslims i n Java i n the 15th and 16th Centuries: The Malay Annals o f Semarang and
Cerbon
(ed. MC Ricklefs, 1984). Berdasarkan
Babad Semarang
dan
Babad
Cirebon
, Piegaud menyatakan terdapatnya sejumlah orang China Muslim yang berasal dari China
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
Oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra
Gurubesar dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Makalah Muhibah MUI ke Ouanzhou, Xiamen, Xi An, dan Beijing, 12-24 Mei 2012)
Sejak bermulanya masa reformasi Indonesia berikutan dengan mundurnya Presiden Soeharto
dari kekuasaannya pada Mei 1998, berlangsung pulalah kebebasan sosio-kultural dan
keagamaan warga keturunan Tionghoa. Memang, sejak Jenderal Soeharto memegang
kekuasaan seusai Peristiwa 30S/PKI warga keturunan mengalami berbagai pembatasan dan
hambatan dalam banyak lapangan kehidupan — kecuali agaknya dalam bidang ekonomi
berbarengan dengan pembangunan ekonomi yang digiatkan Presiden Soeharto.
Dalam masa reformasi, khususnya sejak masa Presiden Abdurrahman Wahid, terkenal sebagai
Gus Dur, yang sebelumnya merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB
NU), warga keturunan kembali dapat sepenuhnya mengekspresikan kekayaan sosio-kultural
dan agamanya. Adalah Presiden Gus Dur yang memberikan peluang besar bagi pengakuan
negara atas Konghucu sebagai agama— menjadi salah satu dari enam agama yang sejauh ini
telah mendapat pengakuan negara Republik Indonesia.
Kebebasan warga keturunan itu ikut memperkuat kembali bhinneka tunggal ika, salah satu dari
empat prinsip negara-bangsa Indonesia, selain UUD 1945, Pancasila, dan NKRI. Lihatlah
contoh ini; warga keturunan
China Indonesia
, khususnya yang beragama Budha dan Konghucu
merayakan Tahun Baru Imlek 2558 yang bertepatan dengan Minggu 18 Februari 2007 M. atau
30 Muharam 1428 H. S
ementara itu s
ebagian
warga keturunan yang
memeluk
Kristen (Protestan) dan Katolik
/10
JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
merayakan Tahun Baru Masehi 2007, dan sebagian mereka lainnya
yang beragama Islam
juga memperingati Tahun Baru Hijriah (Sabtu 20 Januari 2007). Jadi, masyarakat
keturunan
China Indonesia
dapat hampir secara beriringan dalam waktu
memperingati tiga tahun baru sekaligus; Tahun Baru Imlek, Tahun Baru Masehi, dan Tah
u
n Baru Hijri.
Jejak Historis Hubungan Muslim Kedua Kawasan
Bagi masyarakat China, baik di mainland maupun di perantauan ( overseas ) — khususnya di
Kawasan Nanyang (Nan-Hai), laut selatan atau Nusantara, dan lebih khusus di Indonesia, Islam
sebenarnya secara historis bukanlah sesuatu
hal
baru. Di
mainland
China,
Islam bahkan
dalam ingatan bersama (
collective memory
) kaum Muslim China (Sino Muslim)
telah berkembang sejak abad pertama hijri atau abad ketujuh
masehi
, dibawa pertama kali
oleh seseorang yang disebut
Sa'ad
atau Sa’ad
ibn Lubayd, yang sering diidentikkan dengan Sa'ad ibn ‘AbT Waqqas
, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada sumber yang dapat mengkorobasi riwayat tentang Sa’ad ibn Abi Waqqas ini;
sementara sumber-sumber Arab menyatakan bahwa ia tidak pernah pergi ke China.
Sedangkan
identitas Sa'ad ibn Lubayd sendiri tidak
dapat
diketahui pasti
; belum terlacak dalam historiografi berbahasa Arab.
2/10
JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
Terlepas dari kesulitan identifikasi tentang Sa'ad, kontak antara Dunia lslam--khususnya Arabia
—dengan
China
telah
berjalan cukup intens. Selama 90 tahun masa Dinasti Umaiyyah, tak kurang dari 17
D
uta
(
envoys
)
Muslim muncul di istana China
; selain membawa pesan diplomatik, mereka sekaligus adalah ‘duta perdagangan’ (
trade envoys
)■
Mereka diikuti sekitar 1 8 duta yang dikirim penguasa Dinasti Abbasiyyah dalam periode
750-798. Kunjungan-kunjungan ini mendorong perkembangan Islam
di China
, sehingga
kaum Muslimin China dan pendatang dilaporkan sampai mampu membentuk
koloni
Ta Shih
di Kanfu (Kanton). Selain itu, terdapat
pula
koloni Muslim yang cukup besar sejak pertengahan abad ke-8 di Pulau Hainan dan kota Yang
Chou.
Jika dilacak lebih jauh, hubungan antara Nusantara dengan mainland China sudah terjalin
sejak masa pra-lslam, sehingga meninggalkan berbagai jejak historis penting. Sumber-sumber
China bahkan memberi b
anyak
informasi penting tentang Nusantara, termasuk pada masa awal kedatangan Islam
yang ‘diwakili’ para pedagang Muslim asal Arabia
di Nusantara. Riwayat perjalanan pendeta-pengembara terkenal l-Tsing yang singgah di
pelabuhan Sribuza (Sriwijaya) pada 671 mencatat kehadiran orang-orang Arab dan
juga
Persia di sana.
P
engembara Chau Ju-Kua
(hidup pada abad 12) dalam catatannya berjudul
Chu-fanchi
3/10
JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA
Kamis, 17 Mei 2012 05:14
atau lebih dikenal sebagai buku
Ju-ku Chua
tentang perdagangan China dan Arabia yang melintasi Nusantara juga
memberitakan tentang adanya "koloni Arab" di pesisir barat Sumatra, paling mungkin di Barus.
Buku Ju-ku Chua dan banyak sumber China ini sangat penting untuk mengungkapkan
hubungan antara Muslim di kedua kawasan. T
etapi
salah satu
masalah
pokok dalam menangani sumber-sumber China
adalah sulitnya mengidentifikasi nama-nama orang dan tempat yang mereka sebutkan dengan
nama-nama
dalam bahasa lokal sebagaimana
dikenal dalam sejarah Nusantara.
Dan riwayat yang mereka sampaikan juga sulit diverifikasi dengan sumber-sumber lokal, Arab,
dan Persia.
Terlepas dari kesulitan itu, terkait dengan intensitas hubungan antar-Samudera antara
Arabia-Nusantara dan "koloni Muslim" di China, tidak heran kalau kemudian
juga
ada teori tentang asal-muasal Islam di Nusantara yang "turun dari wilayah China", seperti
dikemukakan Slamet Mulyana
(
Runtuhnya Keradjaan Hindu-Djawa dan Timbulnja Negara-negara Islam di Nusantara
(1968; cetak ulang 2005, LKIS). Pendapat Slamet Muljana paling kontroversial yang ditolak
banyak sejarawan dan ahli tentang kedatangan Islam ke Nusantara adalah bahwa Wali Songo
berasal dari China. Pemerintah Orde Baru yang sangat sensitif dengan isyu ini akhirnya
melarang peredaran buku tersebut.
Argumen tentang adanya ‘tetesan’ ( trickle down ) Islam dari China ke Nusantara juga
dikemukakan ahli Belanda G. Th. Pigeaud dalam
Chinese Muslims i n Java i n the 15th and 16th Centuries: The Malay Annals o f Semarang and
Cerbon
(ed. MC Ricklefs, 1984). Berdasarkan
Babad Semarang
dan
Babad
Cirebon
, Piegaud menyatakan terdapatnya sejumlah orang China Muslim yang berasal dari China
Lengkapnya Langsung saja download file berikut ini gratis
Klik Download Via Userscloud
Klik Download Via Tusfiles
Itulah materi tentang Materi JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA yang bisa anda manfaatkan sebagai bahan pelajaran atau mengajar menjadi guru atau dosen.
Klik Download Via Userscloud
Klik Download Via Tusfiles
Itulah materi tentang Materi JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA yang bisa anda manfaatkan sebagai bahan pelajaran atau mengajar menjadi guru atau dosen.
Belum terdapat comments pada "Materi JARINGAN HUBUNGAN MUSLIM INDONESIA DAN MUSLIM CHINA", silahkan berikan komentar pertama.
Post a Comment